Beberapa waktu yang lalu, mahasiswa Program Studi Biologi, Universitas Nasional mempublikasikan hasil riset mereka bekerjasama dengan para peneliti Max Planck Intitute Jerman. Para peneliti adalah mahasiswa tingkat akhir di UNAS baik dari tingkat sarjana maupun magister.
Riset tersebut dipublikasikan secara global di Jurnal Nature berjudul: Active self-treatment of a facial wound with a biologically active plant by a male Sumatran orangutan. Kami mengucapkan selamat dan penghargaan yang tinggi kepada mahasiswa, peneliti dosen dan mitra FBP Universitas Nasional:
- Isabelle B. Laumer,
- Arif Rahman,
- Tri Rahmaeti,
- Ulil Azhari,
- Hermansyah,
- Sri Suci Utami Atmoko &
- Caroline Schuppli
Riset sangat berkembang dan di dukung di FBP Unas, kami mendorong para mahasiswa dan dosen-dosen untuk terjun ke lapangan mengungkap rahasia alam dan membaginya untuk kemanusiaan dan kelestarian planet kita.
LIHAT: Profile dan Portofolio Dosen-Dosen Fakultas Biologi dan Pertanian
Berikut kami kutipkan kembali artikel yang dimuat di KOMPAS pada bulan Maret 2024, orangutan yang mengobati diri dengan tanaman obat di Stasiun Riset Alam Suaq Belimbing.
KOMPAS.com – Tim peneliti di Taman Nasional Gunung Leuser, Sumatera, menemukan seekor orangutan jantan terpantau mengobati sendiri lukanya dengan tanaman herbal.
Menurut ahli perilaku binatang, hal ini kali pertama bagi binatang liar, termasuk primata, tercatat merawat lukanya secara mandiri dengan tanaman obat. Penelitian yang menambah daftar panjang bukti orangutan termasuk primata cerdas ini telah dipublikasikan di jurnal Nature, Kamis (2/5/2024).
Dinukil dari BBC, Kamis (2/5/2024), orangutan yang diberi nama Rakus ini mengoleskan ramuan tanaman herbal dengan kandungan anti-peradangan dan anti-nyeri.
Obat herbal itu dioleskan ke luka terbuka di wajah Rakus. Luka itu berasal dari perkelahian dengan sesama orangutan jantan di hutan pada Juni 2022 lalu.
Mereka meyakini, Rakus berkelahi dengan orangutan lain karena mengeluarkan teriakan keras yang disebut “panggilan panjang”.
Sekitar sebulan kemudian, para peneliti melihat luka yang ada di wajah Rakus sudah sembuh total. Sejumlah ilmuwan menyebut, perilaku ini bisa jadi berasal dari nenek moyang yang sama dengan primata atau manusia dan kera besar.
“Mereka adalah kerabat terdekat kita. Sekali lagi ini menunjukkan kemiripan yang kita miliki dengan mereka. Kita lebih mirip daripada berbeda,” kata Isabella Laumer, ahli biologi dari Institut Max Planck di Jerman sekaligus peneliti utama riset ini.
Dinukil dari The Guardian, Kamis (2/5/2024), peneliti menemukan sekitar tiga hari setelah mendapatkan luka di pipinya, Rakus memakan batang dan daun sejenis tanaman merambat liana, yang bernama Latin Fibraurea tinctoria.
Setelah mengunyah daun tersebut, Rakus menggunakan sari tanaman tersebut untuk dioleskan bagian wajahnya yang terluka.
Lihat juga : Visiting Professor Caroline Schuppli
“13 menit setelah Rakus mulai memakan tanaman liana, dia mulai mengunyah daunnya tapi tidak menelannya. Ia lalu mengeluarkan daun yang sudah dikunyah, dan mengoleskannya langsung ke luka di wajahnya dengan jari,” tulis para peneliti.
Saat mengoleskan ramuan daun liana tersebut, Rakus bahkan memastikan seluruh bagian lukanya telah tertutupi. Lima hari kemudian, para peneliti melihat bahwa luka di wajah Rakus sudah mulai mengering dan luka terbukanya mulai menutup.
Selang beberapa minggu kemudian, luka tersebut sudah benar-benar sembuh, dan hanya menyisakan bekas luka sayatan kecil.
Berdasarkan penelitian, tim riset itu menyebutkan, tanaman yang digunakan Rakus untuk mengobati lukanya diketahui mengandung zat antioksidan, antiinflamasi, antikarsinogenik, antibakteri, antijamur, dan penghilang rasa sakit alami.
Berita Terkait : Stasiun Penelitian Suaq Belimbing
Sementara itu, tanaman liana ini dan jenis lainnya biasanya dimanfaatkan sejumlah orang untuk pengobatan tradisional sejumlah penyakit, seperti disentri, diabetes, dan malaria.
Belum diketahui dari mana Rakus belajar Hingga kini, para peneliti belum mengetahui apakah Rakus mengetahui proses ini sendiri atau mempelaharinya dari orangutan lain. Pasalnya, para peneliti belum melihat orangutan lain melakukan hal serupa.
Peneliti senior di Max Planck Institute of Animal Behavior di Jerman, Caroline Schuppli menambahkan, Rakus tampaknya sengaja memanfaatkan tanaman tersebut.
“Ini menunjukkan, sampai batas tertentu, orangutan punya kapasitas kognitif (kemampuan berpikir) untuk mengobati lukanya secara mandiri dengan beberapa tanaman yang berkhasiat mengobati,” kata Schuppli
“Tapi kami benar-benar belum tahu seberapa besar pemahamannya,” sambung Schuppli. Sedangkan Isabella Laumer berspekulasi, kemungkinan perilaku Rakus mengobati sendiri lukanya berasal dari nalurinya.
“Bisa jadi Rakus tidak sengaja menyentuh lukanya dengan jarinya yang terdapat tanaman tersebut. Lalu karena tanaman tersebut membuat nyerinya berkurang, dia langsung menggunakannya berulang kali,” kata Laumer.
Tanggal Terbit: 03 Maret 2024
Sumber Berita: kompas.com – Orangutan Obati Sendiri Lukanya dengan Tanaman Herbal, Bukti Primata Cerdas